We make a life by what We give

We make a living by what We get…. We make a life by what We give… Let's give good things to people around us..

Senin, 18 Agustus 2008

10 Resep Sukses Bangsa Jepang


1. KERJA KERAS
Sudah menjadi rahasia umum bahwa bangsa Jepang
adalah pekerja keras.
Rata-rata jam kerja pegawai di
Jepang adalah 2450 jam/tahun,
sangat tinggi dibandingkan
dengan Amerika
(1957 jam/tahun), Inggris (1911 jam/tahun),
Jerman (1870 jam/tahun), dan Perancis (1680
jam/tahun).
Seorang pegawai di Jepang bisa menghasilkan
sebuah mobil
dalam 9 hari, sedangkan pegawai di negara lain memerlukan

47 hari untuk membuat mobil yang bernilai sama.
Seorang pekerja Jepang
boleh dikatakan bisa melakukan
pekerjaan yang biasanya dikerjakan oleh 5-6 orang.
Pulang cepat
adalah sesuatu yang boleh dikatakan
"agak memalukan" di Jepang,
dan menandakan bahwa
pegawai tersebut termasuk "yang
tidak dibutuhkan" oleh perusahaan.


2. MALU
Malu adalah budaya leluhur dan turun temurun
bangsa Jepang. Harakiri (bunuh diri dengan
menusukkan pisau ke perut) menjadi ritual sejak
era samurai, yaitu ketika mereka kalah dan
pertempuran. Masuk ke dunia modern, wacananya
sedikit berubah ke fenomena "mengundurkan diri"
bagi para pejabat (mentri, politikus, dsb) yang terlibat
masalah korupsi atau merasa gagal menjalankan tugasnya.
Efek negatifnya mungkin adalah anak-anak SD, SMP
yang kadang bunuh diri, karena nilainya jelek atau tidak
naik kelas. Karena malu jugalah, orang Jepang lebih
senang memilih jalan memutar daripada mengganggu
pengemudi di belakangnya dengan memotong jalur di
tengah jalan. Mereka malu terhadap lingkungannya apabila
mereka melanggar peraturan ataupun norma
yang sudah menjadi kesepakatan umum.

3. HIDUP HEMAT
Orang Jepang memiliki semangat hidup hemat dalam
keseharian. Sikap anti konsumerisme berlebihan ini
nampak dalam berbagai bidang kehidupan. Di masa
awal mulai kehidupan di Jepang, saya sempat
terheran-heran dengan banyaknya orang Jepang ramai
belanja di supermarket pada sekitar jam 19:30.
Selidik punya selidik, ternyata sudah menjadi hal yang
biasa bahwa supermarket di Jepang akan memotong
harga sampai separuhnya pada waktu sekitar setengah
jam sebelum tutup. Seperti diketahui bahwa Supermarket
di Jepang rata-rata tutup pada pukul 20:00.

4. LOYALITAS
Loyalitas membuat sistem karir di sebuah perusahaan
berjalan dan tertata dengan rapi. Sedikit berbeda
dengan sistem di Amerika dan Eropa, sangat jarang
orang Jepang yang berpindah-pindah pekerjaan.
Mereka biasanya bertahan di satu atau dua perusahaan
sampai pensiun. Ini mungkin implikasi dari Industri di Jepang
yang kebanyakan hanya mau menerima fresh graduate,
yang kemudian mereka latih dan didik sendiri sesuai dengan
bidang garapan (core business) perusahaan.

5. INOVASI
Jepang bukan bangsa penemu, tapi orang Jepang mempunyai
kelebihan dalam meracik temuan orang dan kemudian
memasarkannya dalam bentuk yang diminati oleh masyarakat.
Menarik membaca kisah Akio Morita yang mengembangkan
Sony Walkman yang melegenda itu. Cassete Tape tidak
ditemukan oleh Sony, patennya dimiliki oleh perusahaan
Phillip Electronics. Tapi yang berhasil mengembangkan dan
membundling model portable sebagai sebuah produk yang
booming selama puluhan tahun adalah Akio

Morita, founder dan CEO Sony pada masa itu. Sampai tahun
1995, tercatat lebih dari 300 model walkman lahir dan jumlah
total produksi mencapai 150 juta produk. Teknik perakitan
kendaraan roda empat juga bukan diciptakan orang Jepang,
patennya dimiliki orang Amerika. Tapi ternyata Jepang dengan
inovasinya bisa mengembangkan industri perakitan kendaraan
yang lebih cepat dan murah.

6. PANTANG MENYERAH
Sejarah membuktikan bahwa Jepang termasuk bangsa
yang tahan banting dan pantang menyerah. Puluhan tahun
dibawah kekaisaran Tokugawa yang menutup semua akses
ke luar negeri, Jepang sangat tertinggal dalam teknologi.
Ketika restorasi Meiji (meiji ishin) datang, bangsa Jepang
cepat beradaptasi dan menjadi fast-learner. Kemiskinan
sumber daya alam juga tidak membuat Jepang menyerah.
Tidak hanya menjadi pengimpor minyak bumi, batubara,
biji besi dan kayu, bahkan 85% sumber energi Jepang berasal
dari negara lain termasuk Indonesia . Kabarnya kalau
Indonesia menghentikan pasokan minyak bumi, maka 30%
wilayah Jepang akan gelap gulita Rentetan bencana terjadi
di tahun 1945, dimulai dari bom atom di Hiroshima dan
Nagasaki , disusul dengan kalah perangnya Jepang, dan
ditambahi dengan adanya gempa bumi besar di Tokyo.
Ternyata Jepang tidak habis. Dalam beberapa tahun
berikutnya Jepang sudah berhasil membangun industri
otomotif dan bahkan juga kereta cepat (shinkansen) .
Mungkin cukup menakjubkan bagaimana Matsushita
Konosuke yang usahanya hancur dan hampir tersingkir
dari bisnis peralatan elektronik di tahun 1945 masih mampu
merangkak, mulai dari nol untuk membangun industri sehingga
menjadi kerajaan bisnis di era kekinian. Akio Morita juga
awalnya menjadi tertawaan orang ketika menawarkan produk
Cassete Tapenya yang mungil ke berbagai negara lain.
Tapi akhirnya melegenda dengan Sony Walkman-nya.
Yang juga cukup unik bahwa ilmu dan teori dimana orang
harus belajar dari kegagalan ini mulai diformulasikan
di Jepang dengan nama shippaigaku (ilmu kegagalan).
Kapan-kapan saya akan kupas lebih jauh tentang ini

7. BUDAYA BACA
Jangan kaget kalau anda datang ke Jepang dan masuk
ke densha (kereta listrik), sebagian besar penumpangnya
baik anak-anak maupun dewasa sedang membaca buku
atau koran. Tidak peduli duduk atau berdiri, banyak yang
memanfaatkan waktu di densha untuk membaca. Banyak
penerbit yang mulai membuat man-ga (komik bergambar)
untuk materi-materi kurikulum sekolah baik SD, SMP maupun
SMA. Pelajaran Sejarah, Biologi, Bahasa, dsb disajikan dengan
menarik yang membuat minat baca masyarakat semakin
tinggi. Saya pernah membahas masalah komik pendidikan
di blog ini. Budaya baca orang Jepang juga didukung oleh
kecepatan dalam proses penerjemahan buku-buku asing
(bahasa inggris, perancis, jerman, dsb). Konon kabarnya
legenda penerjemahan buku-buku asing sudah dimulai pada
tahun 1684, seiring dibangunnya institut penerjemahan dan
terus berkembang sampai jaman modern. Biasanya terjemahan
buku bahasa Jepang sudah tersedia dalam beberapa minggu
sejak buku asingnya diterbitkan.

8. KERJASAMA KELOMPOK
Budaya di Jepang tidak terlalu mengakomodasi kerja-kerja
yang terlalu bersifat individualistik. Termasuk klaim hasil
pekerjaan, biasanya ditujukan untuk tim atau kelompok
tersebut. Fenomena ini tidak hanya di dunia kerja, kondisi
kampus dengan lab penelitiannya juga seperti itu,
mengerjakan tugas mata kuliah biasanya juga dalam
bentuk kelompok. Kerja dalam kelompok mungkin salah
satu kekuatan terbesar orang Jepang. Ada anekdot bahwa
"1 orang professor Jepang akan kalah dengan satu orang
professor Amerika, hanya 10 orang professor Amerika
tidak akan bisa mengalahkan 10 orang professor Jepang
yang berkelompok" . Musyawarah mufakat atau sering
disebut dengan "rin-gi" adalah ritual dalam kelompok.
Keputusan strategis harus dibicarakan dalam "rin-gi".

9. MANDIRI
Sejak usia dini anak-anak dilatih untuk mandiri. Irsyad,
anak saya yang paling gede sempat merasakan masuk
TK (Yochien) di Jepang. Dia harus membawa 3 tas besar
berisi pakaian ganti, bento (bungkusan makan siang),
sepatu ganti, buku-buku, handuk dan sebotol besar minuman
yang menggantung di lehernya. Di Yochien setiap anak
dilatih untuk membawa perlengkapan sendiri, dan bertanggung
jawab terhadap barang miliknya sendiri. Lepas SMA dan masuk
bangku kuliah hampir sebagian besar tidak meminta biaya
kepada orang tua. Teman-temen seangkatan saya dulu di
Saitama University mengandalkan kerja part time untuk biaya
sekolah dan kehidupan sehari-hari. Kalaupun kehabisan uang,
mereka "meminjam" uang ke orang tua yang itu nanti mereka
kembalikan di bulan berikutnya.

10. JAGA TRADISI
Perkembangan teknologi dan ekonomi, tidak membuat
bangsa Jepang kehilangan tradisi dan budayanya.
Budaya perempuan yang sudah menikah untuk tidak
bekerja masih ada dan hidup sampai saat ini. Budaya minta
maaf masih menjadi reflek orang Jepang. Kalau suatu hari
anda naik sepeda di Jepang dan menabrak pejalan kaki,
maka jangan kaget kalau yang kita tabrak malah yang minta
maaf duluan. Sampai saat ini orang Jepang relatif menghindari
berkata "tidak" untuk apabila mendapat tawaran dari orang
lain. Jadi kita harus hati-hati dalam pergaulan dengan orang
Jepang karena "hai" belum tentu "ya" bagi orang Jepang
Pertanian merupakan tradisi leluhur dan aset penting
di Jepang.

Persaingan keras karena masuknya beras Thailand dan
Amerika yang murah, tidak menyurutkan langkah
pemerintah Jepang untuk melindungi para petaninya.
Kabarnya tanah yang dijadikan lahan pertanian
mendapatkan pengurangan pajak yang signifikan,
termasuk beberapa insentif lain untuk orang-orang yang
masih bertahan di dunia pertanian. Pertanian Jepang
merupakan salah satu yang tertinggi di dunia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar